![]() |
Penulis best-seller asal Korea Selatan, Oh Su-hyang, dikenal lewat buku populernya “Bicara Itu Ada Seninya.” Karya-karyanya banyak membahas tentang bagaimana komunikasi bisa menjadi jembatan untuk memahami orang lain — bukan sekadar seni berbicara, tapi juga seni membangun hubungan.
Jumat, 31 Oktober 2025, Penerbit BIP bersama Gramedia Matraman mengadakan meet and greetbersama Oh Su-hyang di function room Gramedia Matraman. Sore itu, suasananya terasa hangat. Dari sana, banyak hal sederhana tapi bermakna bisa dipelajari.
Senyum adalah awal bagi segalanya
Menurut Oh Su-hyang, saat seseorang tersenyum, hormon stres di otak akan berhenti bekerja dan digantikan oleh hormon bahagia. Ia pun menekankan, yang terpenting saat komunikasi adalah kesan pertama. Senyum yang tulus bukan hanya mengubah suasana hati, tapi juga menular pada orang lain sehingga bisa memberikan kesan pertama yang menyenangkan. Dari senyum sederhana, komunikasi bisa dimulai dengan lebih hangat dan terbuka.
Komunikasi bukan soal kata
Komunikasi yang baik tidak harus dimulai dengan kalimat yang sempurna. Terkadang, keberanian untuk menyapa atau menatap lawan bicara sudah cukup membuka jalan. “Komunikasi tidak bisa dimulai kalau kita hanya berdiri diam,” sebut Oh Su-hyang. Senyuman dan sapaan akan menambah kepercayaan diri untuk mulai berkomunikasi.
Suara yang lembut tetap bisa memberi kesan kuat
Meski berbicara dengan suara pelan, Oh Su-hyang tetap terdengar tegas dan berwibawa. Ia membuktikan bahwa kekuatan komunikasi tidak selalu berasal dari volume suara, tapi dari ketulusan dalam penyampaiannya. Nada yang lembut justru bisa membuat pesan tersampaikan dengan lebih dalam.
Bahasa tubuh juga punya ‘suara’
Selama berbicara, gerak tangan dan ekspresi wajahnya selaras dengan kata-kata yang diucapkan. Ia menatap audiens satu per satu, menciptakan rasa kedekatan dan kehangatan. Dari situ terlihat bahwa komunikasi bukan hanya tentang ucapan, tapi juga tentang kehadiran.
Tujuan komunikasi adalah memahami, bukan hanya mendengar
Menurut Oh Su-hyang, berbicara dengan baik berarti juga belajar mendengarkan. Memahami, bukan sekedar menunggu giliran bicara. Dan untuk mencapainya, dibutuhkan latihan, bukan teori. Di akhir sesi, Oh Su- hyang menutup dengan kalimat yang terasa lembut namun kuat, “kalau kita berbicara dengan baik, kita bisa menjadi kebahagiaan bagi orang lain.” Pesan sederhana, tapi mengingatkan kembali bahwa komunikasi terbaik selalu dimulai dari hati yang terbuka dan senyum yang tulus.
